Rabu, 13 Juli 2011

Hj Arofah Nizarwan: Udang Putih dengan Nurani

Masa kecilnya diwarnai dengan kesederhanaan. Justru karena kesederhanaan itulah, Arofah Nizarwan, alumnus ESQ Eksekutif Nasional ke-32, tumbuh menjadi sosok pengusaha yang mengedepankan nurani, termasuk saat berbisnis.

Suatu hari saat senggang, Arofah bersama anak-anaknya sedang bersantai di rumah. Tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara pedagang empek-empek keliling menjajakan makanan khas Palembang itu. Sejenak hatinya tercekat. Ingatan jauh melayang ke masa kecilnya. Saat itu, sekadar untuk mendapatkan uang jajan, ia harus melakukan cara yang sama; keliling kampung menjajakan empek-empek sepulang dari sekolah. Itulah sebabnya, jika ada anak kecil penjaja empek-empek keliling, tanpa banyak berpikir, dia langsung beli dagangannya.Tak peduli kalau kemudian empek-empek tersebut tidak nikmat rasanya. “Buat saya, yang terpenting anak itu merasa senang, seperti juga saya dulu merasa senang jika ada orang membeli dagang saya,” ujar ibu dua orang putra itu.

Arofah wajar memiliki kesan yang mendalam terhadap masa kecilnya. Meskipun orang tuanya bukan termasuk yang tidak mampu secara ekonomi, namun menurutnya, hidup mereka sehari-hari selalu berlangsung dalam kesederhanaan. Ada satu peristiwa yang selalu diingatnya, yakni ketika menjelang suatu Lebaran, Arofah kecil sama sekali tidak dibelikan baju baru oleh kedua orang tuanya. “Saya kecewa sekali waktu itu dan hanya bisa melampiaskannya dalam tangis di kamar sepupu saya yang kebetulan rumahnya bertetangga dengan rumah kami,” tutur wanita kelahiran Bandar Lampung 41 tahun silam itu, sambil tertawa geli mengenang perilaku masa kecilnya. Jauh setelah dewasa, baru Arofah sadar, apa yang dilakukan orangtuanya merupakan bagian dari sebuah pendidikan.

Hasil dari gemblengan itu dirasakan benar manfaatnya ketika dia dewasa dan sudah berumahtangga. Arofah tumbuh menjadi sosok perempuan yang selalu aktif dan tak mengenal kata menyerah. Meskipun dirinya berhasil dalam satu bidang, ibu dua putra itu tidak lantas berhenti dengan apa yang sudah dia capai. Misalnya, ketika usaha penjahitan yang dikelola bersama suaminya, H. Nizarwan, berjalan sukses, alih-alih merasa puas, Arofah malah mencari peluang di bidang lain. Adapun upaya pertama yang dia lakukan adalah terjun ke dunia kontraktor yang ternyata hanya beberapa saat saja dia geluti. “Saya tidak suka dengan aura persaingannya, yang kadang berjalan ‘tidak sehat’,” kata perempuan yang suka berorganisasi namun tidak suka berpolitik itu.

Dunia kontraktor pun ia tinggalkan. Arofah mulai melirik bidang bisnis yang lebih kongkret. Atas usul kakak iparnya, akhirnya bersama suami tercinta, Arofah memilih bisnis tambak udang putih. Maka, dibelinya tanah pantai di sebuah kawasan Lampung Selatan seluas 3 hektare dengan harga Rp 300 Juta. Di tanah tersebut, Arofah membangun 8 tambak air asin yang diisi udang putih lengkap dengan segala kebutuhan penunjang lainnya, seperti generator dan jasa pengelolaan. “Kalau dihitung-hitung, total biaya yang kami keluarkan untuk pembangunan tambak udang putih ini ya sekitar Rp 1,7 M,” ungkap Koordinator Alumni ESQ Wilayah Lampung itu.

Keberanian Arofah dan Nizarwan itu tentu saja dibarengi perhitungan yang matang. Arofah sangat yakin bahwa bisnis udang putih memiliki prospek cerah karena harganya kerap bersaing di pasaran . “Untuk kolam yang luasnya 2000 meter saja, kami bisa memanen udang putih sebanyak enam sampai tujuh ton per kolam,” katanya. Namun, yang paling penting, menurut perempuan yang pernah menjadi guru itu, dengan usaha itu ia berharap dapat menciptakan lapangan kerja, minimal di lokasi ia membangun bisnis tambaknya.

Rasa pedulinya yang besar terhadap sesama, berangkat dari keyakinan spiritual yang melihat kegagalan dan sukses sebagai sebuah ujian. Oleh karena itu Arofah memiliki pandangan bahwa gelimang kebahagian yang sekarang ia alami bukanlah semata-mata miliknya, melainkan di dalamnya ada terdapat hak orang lain yang secepatnya harus disampaikan. “Dan, walaupun secara pribadi saya tidak pernah meminta kaya, jika memang Allah mempercayai kita, tentunya hal itu patut kita syukuri,” katanya.

Arofah mengaku sangat beruntung bisa mengenal ESQ, yang mendatangkan banyak perubahan pada dirinya. Dahulu, ia tergolong orang yang selalu panik, dan banyak menuntut. Salah satu yang selalu menjadi sasarannya adalah anak-anaknya. “Dulu saya selalu menuntut anak-anak untuk mengutamakan kecerdasan intelektual dan menuntut mereka untuk meraih peringkat pertama di sekolah masing-masing,” katanya. Setelah mengikuti pelatihan ESQ, pola pikir seperti itu ia balik, dengan mengedepankan kecerdasan spiritual.

Hidup Arofah memang sudah banyak berubah. Mantan penjaja empek-empek itu sekarang sangat sadar betapa Allah menganugerahi begitu banyak kebahagian terhadap diri dan keluarganya. Ia yakin, apa pun yang dia lakukan, termasuk berbisnis, merupakan bagian dari ibadah. “Saya selalu berusaha, ketika berbisnis, saya juga menyertakan hati nurani,” ujarnya sambil tersenyum. (hendi - www.esqmagazine.com)

(Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Nebula (eks ESQ Magazine) edisi cetak No. 21/Thn II/2006)

1 komentar:

  1. salam utk bu Arofah..sdh membantu sy ketika bayi sy menangis di pesawat. Tk so much bunda...
    linafkm@yahoo.com

    Lina

    BalasHapus